Minggu, 16 Maret 2014

MAHKAMAH KONSTITUSI

HUKUM ACARA PERADILAN
MAHKAMAH KONSTITUSI

Oleh : Prof. Dr. Yusril Ihza Mahendra

mahkamah konstitusi republic Indonesia adalah lembaga (tinggi) Negara yang baru dan sederajat serta sama tinggi kedudukannya dengan mahkamah agung (MA), menurut ketentuan undang-undang dasar Negara republik Indonesia tahun1945 pasca perubahan keempat, dalam struktur kelembagaan republic Indonesia terdapat (setidaknya) 9 (Sembilan) buah organ Negara yang secara langsung menerima kewenangan langsung dari undang-undang dasar, kesembilan organ tersebut adalah :
(i)                   Dewan perwakilan rakyat
(ii)                 dewan perwakilan daerah
(iii)                majelis permusyawaratan rakyat
(iv)               Badan pemeriksa keuangan
(v)                 presiden
(vi)               wakil presiden
(vii)              mahkamah agung
(viii)            mahkamah konstitusi dan
(ix)               komisi yudisial

disamping kesembilan lembaga tersebut, terdapat pula beberapa lembaga atau institusi yang diatur kewenangannya dalam UUD, yaitu :
A.      kepolisian republic Indonesia
B.      pemerintahan daerah
C.      tentara nasional Indonesia
D.      partai politik

mahkamah konstitusi dapat dikatakan berada pada kedudukan yang sederajat dan sama tinggi dengan mahkamah agung, mahkamah konstitusi dan mahkamah agung sama-sama merupakan pelaksana cabang kekuasaan kehakiman(judiciary), yang merdeka dan terpisah dengan cabang kekuasaan lain yaitu pemerintah (executive) dan lembaga permusyawaratan perwakilan (legislative), kedua mahkamah ini sama-sama berkedudukan hukum di ibukota Negara republik Indonesia, hanya struktur kedua organ kekuasaan kehakiman ini berbeda sama sekali satu sama lain, mahkamah konstitusi sebagai lembaga peradilan tingkat pertama dan terakhir tidak mempunyai struktur organisasi sebesar mahkamah agung yang merupakan puncak system peradilan yang strukturnya bertingkat secara vertical dan horizontal mencakup lima lingkungan peradilan yaitu lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan tata usaha Negara, lingkungan peradilan agama, dan lingkungan peradilan militer.
        pembentukan mahkamah konstitusi sendiri, dianggap perlu dilakukan saat itu mengingat perubahan mendasar atas UUD 1945 dari perubahan pertama hingga perubahan keempat UUD 1945,bahwa bangsa kita telah mengadopsikan prinsip-prinsip baru dalam system ketatnegaraan yaitu antara lain prinsip pemisahan kekuasaan dan check and balances, sebagai pengganti system supremasi parlemen yang berlaku sebelumnya, sebagai akibat perubahan tersebut maka perlu diadakan mekanisme untuk memutus kewenangn yang mungkin terjadi antar lembaga yang satu sama lain sederajat, yang kewenangannya diatur dalam UUD, perlu dilembagakan adanya peranan hukum dan hakim yang dapat mengontrol proses dan produk keputusan-keputusan politik yang hanya mendasarkan diri pada prinsip “the rule of majority”, karena itu, fungsi-fungsi judicial review atas konstitusionalisme undang-undang dan proses pengujian hukum atas tuntutan pemberhentian terhadap presiden dan atau wakil presiden dikaitkan dengan fungsi MK, disamping itu juga diperlukan adanya mekanisme untuk memutuskan berbagai persengketaan yang timbul, yang tidak dapat diselesaikan melalui proses peradilan biasa, seperti sengketa hasil pemilu dan tuntutan pembubaran suatu partai politik, perkara-perkara semacam ini berkaitan erat dengan hak dan kebebasan para warga Negara dalam dinamika system politik demokratis yang dijamin oleh UUD, sehingga MK lah menanggung kewenangan tersebut,

HAK UJI MATERIIL DAN FORMIL

Pengertian hak menguji terlebih dahulu diposisikan terhadap istilah atau term dari judicial review itu sendiri, sebab ahli hukum pada umumnya acapkali terjebak dalam penggunaan istilah constitutional review , judicial review dan hak menguji (Toestingsrecht), konsepsi judicial review hadir dalam kerangka objek yang lebih luas dibandingkan dengan konsep constitutional review, yang hanya sebatas pengujian konstitusional suatu aturan hukum terhadap konstitusi (UUD), sedangkan judicial review memiliki objek pengujian yang lebih luas, bisa menyangkut legalitas peraturan dibawah UU terhadap UU, tidak hanya sekedar UU terhadap UUD, akan tetapi pada segi subjek pengujinya, makna judicial review mengalami penyempitan sebab judicial review hanya dapat dilakukan melalui mekanisme peradilan (Judiciary), yang dilaksanakan oleh para hakim sedangkan sedangkan jika constitutional review dapat dilaksanakan olwh lwmbaga peradilan (judicial review), lembaga legislative(legislative review), lembaga eksekutif(executive review) atau lembaga lainnya yang ditunjuk untuk melaksanakan fungis tersebutm pemberian hak uji inilah yang menjadi pengertian dari Toetsingsrecht ,  judicial review hanya berlaku jika pengujian dilakukan terhadap norma hukum yang bersifat abstrak dan umum (general and abstract norms) secara “a posterior” artinya norma hukum tersebut telah diundangkan oleh pembentuk undang-undang,
apabila diartikan kata per kata tanpa mengaitkannya dengan system hukum lain maka dapat diartikan sebagai berikut:
1.       Toestingsrecht
Toesting (menguji dalam bahasa belanda), Recht (hukum / hak), Toestingrecht berarti hak dan kewenangan untuk menguji tergantung kepada system hukum di tiap-tiap Negara masing-masing untuk diberikan kepada siapa atau lembaga mana, (orientasinya ialah ke constitutional eropa/belanda & jerman), hak menguji (toestingsrecht) baik dalam kepustakaan maupun praktek dikenal adanya dua macam hak menguji (toestingrecht) yaitu :
A.      hak menguji formal (formele toestingsrecht) : wewenang untuk menilai suatu produk legislative seperti undang-undang, dalam proses pembuatannya melalui cara-cara sebagaimana telah ditentukan / diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak, pengujian formal terkait dengan masalah prosdural dan berkenaan dengan legalitas kompetensi institusi yang membuatnya,
hak menguji formal adalah wewenang untuk menilai apakah suatu prduk legislative seperti undang-undang misalnya terjelma melalui cara-cara (procedure) sebagaimana telah di tentukan atau diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tidak, contohnya : undang-undang adalah produk yang dibentuk oleh dewan perwakilan rakyat (pasal 20 amandemen UUD 1945), Presiden berhak untuk mengajukan rancangan undang-undang kepada dewan perwakilan rakyat dan setiap rancangan undang-undang akan dibahas bersama untuk memperoleh persetujuan bersama (Pasal 5 Jo 20 ayat (2) amandemen UUD 1945), Jadi setiap undang-undang haruslah melalui prosedur tersebut agar sah menjadi undang-undang,
B.      Hak menguji material (material Toestingrecht) : suatu wewenang menyelidiki dan menilai apakah isi suatu peraturan perundang-undangan itu sesuai atau bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi derajatnya (lex superior derogate lex inferiori), serta apakah suatu kekuasaan tertentu (Verordenende Macht) berhak mengeluarkan suatu peraturan tertentu, pengujian material berkaitan dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang dimiliki suatu aturan dibandingkan norma-norma yang berlaku umum,

“ menurut Prof. Harun Alrasid, hak menguji formal ialah mengenai prosedur pembuatan undang-undang dan hak menguji material ialah mengenai kewenangan pembuat UU dan apakah isinya bertentangan atau tidak dengan peraturan yang kedudukannya lebih tinggi ”
jadi pada dasarnya fungsi hak menguji materiil adalah berupa fungsi pengawasan yaitu agar materi (isi) peraturan perundang-undangan yang lebih rendah kedudukannya tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang secara hierarchi jauh lebih tinggi, dan yang paling utama ialah agar peraturan perundang-undangan dibawah UUD tidak bertentangan dengan UUD sebagai “supreme of law” dalam hal ini, agar UUD terproteksi, maka keberadaan hal menguji materiil sebagai bagian dari “the guarantees of the constitution”,
bahwa UUD sebagai hukum tertulis tertinggi harus menjadi sumber dari pembentukan setiap peraturan perundang-undangan dibawahnya, secara a contrario peraturan perundang-undangan dibawah UUD tidak boleh menyimpangi , bertentangan atau tidak konsisten dengan UUD, keberadaan hak menguji materiil pada hakekatnya berupa alat control atau pengendali terhadap kewenangan suatu peraturan perundang-undangan , jika ada pendapat yang menyatakan hak menguji materiil berkaitan dengan konsep trias politica maka hal tersebut adalah suatu kekeliruan, karena berdasarkan konsep “trias politica” khusunya konsep “separation of power” , fungsi suatu badan tidak dibenarkan melakukan intervensi terhadap badan kekuasaan lain, bahwa hak menguji materiil adalah koreksi terhadap konsepsi “separation of power” yang keberadaannnya lebih relevan digantikan dengan konsepsi “check and balances”,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar